Kini tak ada lagi kata-kata yang kau sampaikan, hanya pertemuan
singkat yang bahkan jarang dijanjikan. Kemana sebenarnya alurmu kau pasrahkan?
Dan kemana rindu ku ini kulabuhkan?
Menatap pria jangkung satu meter dihadapanku, rasanya seperti menatap
ribuan meter pohon tak berbuah yang tak akan pernah kau singgahi, karena
mungkin buahnya sudah hilang akhir-akhir ini. Apa yang membuat kita sedemikian
membatasi diri? Padahal kita sepakat untuk mendekat walau tak melekat. Kau
ingat? Iya, kita yang sama-sama sepakat!
Aku yakin, malam ini ada yang ingin kau sampaikan. Tapi apa? Mengapa
kau menggelengkan kepala begitu saja seolah memang tidak ada apa-apa? Dan aku?
Mengapa jadi kaku? Padahal aku juga ingin mengatakan sesuatu.
Bahwa benar, tentang kesepakatan itu aku ingin menuntut tidak setuju.
ada yang rancu dari aturan mainmu. Aku merasa ini berat, dan aku mungkin tak
kuat.
“ada yang ingin disampaikan?” katamu pada akhirnya. Aku hanya
menggeleng, tapi sungguh aku sama sekali tidak merencanakan itu.
“ya sudah, masuk saja. Sudah malam” lanjutmu, tapi sebelum aku benar
benar pergi aku balik bertanya.
“apa ada yang perlu dibicarakan?” dan kau menatapku, mencoba meneliti
apa mungkin aku salah ucap.
“tidak” lalu menggelengkan kepala juga. Ah! Aku tahu kau berbohong.
Pasti banyak yang ingin dibicarakan. Dan aku selalu tak karuan. Karena aku juga
melakukan hal yang sama.
Padahal yang ingin kukatakan adalah rindu, ketika punggungmu beradu
dengan lampu-lampu malam. Kau tidak pernah tahu bahwa yang ingin kulakukan
adalah mendekapmu erat dan memastikan bahwa kita baik-baik saja. Membuang
segala bimbang yang membuat hati ini karatan. Sendirian.
Tapi yang kau lakukan hanya mengusap kepalaku dan pergi. Aku terdiam,
tak ada yang bisa merobohkan aku yang dikuatkan rindu. Walau kau tak tahu bahwa
segalanya sedang beradu.
Apasih yang salah? Apa malam ini kau benar-benar sudah pergi? Atau
kau masih disini? Tapi memberiku sepi? Ah! Aku sungguh benci malam ini.
Cibiru - 26 maret 2018